Saturday, August 30, 2025

Hadiah kebodohan

August 30, 2025

hari ini di negeri ini banyak sekali kerusuhan yang terjadi

apa yang jadi fokus utama sudah menjadi mimpi buruk

bahkan untuk warganya sendiri 

semua adalah hadiah dari kebodohan itu sendiri

provokasi ada dimana mana 

bahkan dilakukan oleh orang yang merasa di rugikan karena tidak sesuai dengan pilihannya 

bahkan dilakukan oleh oran yang merasa dirinya pintar

apakah semua akan berbeda ketika pilihan mereka yang menang? 

apakah ini yang mereka harapan hanya karena pilihan mereka tidak menang? 

ini pertama kalinya pilihan saya menang 

apa yang di khawatirkan terjadi 

semua seakan menyalahkan

padahal tidak ada yang bisa memastikan apa yang terjadi di masa depan 

sekarang kalian senang dengan semua kerusuhan yang terjadi?

pertanyaan nya?

siapa yang di untungkan?

apakah kamu senang dengan hasil provokasi kalian ini?


Paradoks Kemenangan: Saat Pilihan Menang, Namun Bangsa Terancam Kalah

Sebuah kemenangan seharusnya mendatangkan euforia, sebuah perayaan atas harapan baru. Namun, bagaimana jika kemenangan itu justru menjadi gerbang menuju sebuah mimpi buruk? Inilah ironi pahit yang sedang kita saksikan di negeri ini. Hari-hari yang seharusnya diisi dengan optimisme dan rekonsiliasi, kini justru diliputi oleh riak-riak perpecahan dan gelombang keresahan sosial yang membara. Apa yang dahulu menjadi fokus utama—membangun masa depan yang lebih baik—kini terkikis oleh realitas yang menyakitkan, sebuah realitas yang dirasakan bahkan oleh mereka yang berada di pihak pemenang.

Keresahan ini bukanlah tanpa sebab. Apa yang kita tuai hari ini adalah "hadiah dari kebodohan itu sendiri". "Kebodohan" di sini bukanlah tentang kurangnya intelektualitas, melainkan sebuah kegagalan kolektif yang lebih dalam: kegagalan untuk berpikir kritis, kegagalan untuk menempatkan persatuan bangsa di atas ego kelompok, dan kegagalan untuk menolak pesona provokasi yang kini menari di setiap sudut ruang digital dan percakapan kita.

Provokasi menjadi senjata utama. Yang lebih mengkhawatirkan, ia tidak lagi disebar oleh anonim tak berwajah, melainkan justru oleh mereka yang merasa dirugikan karena pilihannya tidak berkuasa. Ironisnya, banyak di antara mereka adalah orang-orang yang merasa dirinya pintar, kaum terdidik yang seharusnya menjadi pilar akal sehat. Mereka merangkai narasi kebencian dengan dalih "kritik konstruktif", membungkus kekecewaan pribadi dengan jubah "kepentingan rakyat", dan secara sadar atau tidak, menyiram bensin ke api yang sudah menyala.

Ini memunculkan serangkaian pertanyaan fundamental yang menggugat nurani kita:

  • Apakah semua akan berbeda ketika pilihan mereka yang menang? Mungkinkah mereka akan menjadi pihak yang menuntut persatuan dan mengecam segala bentuk kerusuhan? Jika jawabannya iya, maka yang mereka perjuangkan bukanlah kebaikan negeri, melainkan sekadar kemenangan ego dan kelompoknya. Demokrasi direduksi menjadi permainan menang-kalah, bukan sebuah mekanisme untuk mencapai tujuan bersama.

  • Apakah ini yang mereka harapkan hanya karena pilihan mereka tidak menang? Apakah pemandangan negeri yang terbelah, masyarakat yang saling curiga, dan potensi kekacauan adalah harga yang pantas dibayar untuk sebuah kekecewaan elektoral? Jika iya, maka kita sedang berhadapan dengan sebuah patologi sosial yang berbahaya, di mana kehancuran bersama dianggap lebih baik daripada melihat "lawan" politik berhasil.

Bagi sebagian dari kita, ini adalah momen yang membingungkan. Seperti yang Anda rasakan, "ini pertama kalinya pilihan saya menang." Momen yang seharusnya menjadi validasi atas keyakinan politik, justru disambut dengan realitas yang paling dikhawatirkan. Tiba-tiba, semua seakan menyalahkan. Setiap kebijakan dicurigai, setiap langkah difitnah, dan setiap masalah—bahkan yang sudah mengakar puluhan tahun—seolah menjadi dosa dari pemerintahan yang belum genap seumur jagung. Padahal, tidak ada satu pun manusia atau kelompok yang bisa memastikan secara absolut apa yang akan terjadi di masa depan. Yang ada hanyalah niat baik, strategi, dan upaya yang hasilnya baru bisa dinilai seiring berjalannya waktu.

Kepada mereka yang mungkin merasa senang dengan semua kerusuhan dan ketidakstabilan yang terjadi, pertanyaan ini perlu diajukan: "Sekarang kalian senang?" Senang melihat tetangga saling caci, kawan menjadi lawan, dan energi bangsa terkuras habis untuk pertikaian yang tak produktif?

Dari semua kekacauan ini, kita harus berhenti sejenak dan mengajukan pertanyaan paling penting dan paling esensial:

Siapa yang sesungguhnya diuntungkan? (Cui bono?)

Jawabannya sudah pasti bukan rakyat biasa. Bukan petani yang butuh pupuk, bukan guru yang mendidik generasi penerus, bukan pula pedagang kecil yang berjuang menghidupi keluarga. Mereka yang bersorak di atas perpecahan ini adalah:

  1. Elite Politik Oportunis: Mereka yang menjadikan kekacauan sebagai panggung untuk menaikkan posisi tawar politik mereka. Bagi mereka, instabilitas adalah modal.

  2. Pemain Ekonomi Hitam: Mereka yang bisnisnya subur di tengah hukum yang lemah dan pemerintahan yang goyah. Kerusuhan adalah pengalih perhatian yang sempurna.

  3. Kekuatan Asing: Pihak luar yang tidak ingin melihat sebuah bangsa menjadi kuat dan mandiri. Bangsa yang sibuk bertikai di dalam rumahnya sendiri tidak akan pernah menjadi ancaman atau pesaing di panggung global.

  4. Arsitek Narasi dan Buzzer: Industri kebencian yang meraup keuntungan finansial dari setiap klik, share, dan komentar penuh amarah yang kita hasilkan.

Pada akhirnya, dalam pertarungan ini, tidak ada pemenang sejati di antara rakyat. Pihak yang pilihannya menang terbebani oleh ekspektasi dan serangan, sementara pihak yang kalah terjebak dalam lingkaran kekecewaan dan kemarahan. Kita semua, sebagai satu bangsa, berada di ambang kekalahan.

Kemenangan dalam pemilu seharusnya menjadi titik awal, bukan akhir dari segalanya. Kini, tanggung jawab terbesar bukan hanya terletak pada pundak mereka yang menang, tetapi juga pada kedewasaan mereka yang (untuk sementara) kalah. Sebab, membangun sebuah negeri adalah kerja kolektif, bukan proyek satu kelompok pemenang saja. Jika kita gagal menyadarinya, maka kemenangan ini hanya akan menjadi catatan kaki dalam sejarah tentang bagaimana sebuah bangsa memilih untuk merobohkan rumahnya sendiri.

Thursday, August 18, 2016

IDEA VALIDATION #1 - Wawancara di mall disangka minta sumbangan

August 18, 2016


Jadi ceritanya pada 17 agustus 2016 (dirgahayu indonesia) kemaren saya dengan 2 teman saya yang lain (Michael, Ihsan) mencoba validasi ide di Ciwalk Mall dengan melakukan wawancara ke calon pengguna yang telah ditentukan, yang pertama melakukan wawancara adalah kedua teman saya karena saya sedang menunggu rumah sampai orangtua saya pulang dari pawai. Semuanya berjalan dengan baik ketika mereka melakukan wawancara sampai akhirnya saya datang ke tempat itu dan menata ulang cara mewawancara karena banyak lubang pada hasil wawancara yang mereka lakukan. Disitu saya tulis ulang skenario atau alur yang lebih baik mengenai wawancara yang ditulis pada sebuah buku catatan kecil berwarna hitam.

Setelah semuanya setuju dengan alur yang telah dituliskan dibuku maka kita coba lanjut lagi mewawancarai orang disekitar mall tersebut. Dibagian depan terlihat mall banyak orang yang sekedar beristirahat dan santai jadi kami pikir kalo itu tempat yang cocok untuk kita melakukan wawancara agar tidak mengganggu kegiatan mereka.

Dari jauh kita melihat keluarga (anak ayah ibu) sedang beristirahat diujung mall dan menurut kami itu satu satunya yang cocok untuk diwawancarai pada saat itu tapi tiba-tiba michael bilang "jangan yang itu deh kayanya, soalnya bapa-bapanya keliatan galak" semua langsung ketawa denger kalimat tersebut tapi pas saya nengok ke arah si bapanya "iya juga ya" soalnya emang beneran serem kaya tentara gitulah mukanya.


Karena menurut kita hanya itu yang cocok dan tidak ada lagi calon korban (untuk diwawancarai) maka saya memituskan untuk mewawancarai bapak tersebut sambil membawa buku catatan hitam kecil (diawal cerita) untuk membantu proses wawancara karena berisi alur yang sudah dibuat sebelumnya. Pas datang kesitu baru saja kita mengatakan "halo pak bu kita mahasiswa mau wawancara" tiba tiba si bapa menunjukan tanyannya dengan sinyal menolak dan berkata "maaf lagi istirahat dulu".


ilustrasi, sumber gambar klik disini

Kita belum nanya apa apa langsung ditolak mentah mentah coyyyyyyy jlebbbbb

Langsung saja seketika saya drop karena belum apa apa sudah ditolak dan rasanya gaenak banget, baru kali ini ditolak mentah mentah kaya gitu (sakit)


sumber gambar klik disini

oke setelah kejadian tersebut semua orang jadi males lagi melakukan wawancara atau mencari mangsa lagi, jadi kami memutuskan untuk mencari makan terlebih dahulu untuk istirahat sejenak dan menenangkan diri (kita milih hokahokabento karena murah dan bnyak untuk makanan di mall sebesar itu.. worth it lah)

oke setelah makan kita nemu tempat bermain anak-anak di mall tersebut dan disitu banyak ibu-ibu yang menunggu anaknya bermain diluar area bermainnya (banyak banget) lalu kami pikir itulah tempat yang paling cocok karena topik kami kali ini emang berhubungan dengan anak-anak dan orang tua. Jadi kami putuskan untuk melakukan wawancara disitu dan yang akan memulainya kali ini adalah michael karena dia yang paling ganteng dan paling rapih diantara kita bertiga.. ga percaya? nih...

gimana menurut loeee??? ini dokumentasi pribadi

kami pikir dengan mengirim orang ganteng sebagai pembuka wawancara bakalan berjalan mulus karena disitu kebanyakan juga mamah muda gitu (maksudnya apa coba) tapi ternyata yang terjadi sama saja seperti sebelumnya kita kembali ditolak mentah mentah seperti sebelumnya.

oke deh kami nyerah dan langsung keluar dari tempat tersebut karena malu juga diliatin banyak orang, setelah itu kami mengobrol dan mencoba menganalisis apa yang telah terjadi sebelumnya karena kita ditolak mentah mentah sebanyak 2 kali. Tiba-tiba michael kepikiran "apa gw gara gara bawa buku kali ya jadi dikira minta sumbangan" jeng jeng semuanya langsung ngeuhh kalo pengaruh utama kita ditolak dari td adalah buku tersebut di pegang sama orang yang akan wawancara dan memang kemungkinan besar bakal disangka minta sumbangan. Problem solved


sumber gambar klik disini

Karena hal itu telah kami sadari maka kami buang jauh jauh lah buku tersebut ketika akan melakukan wawancara selanjutnya dan benar saja kita mendapat satu ibu ibu yang sedang bersama keluarganya di depan mall bersedia diwawancara oleh kami yang hasil nya (almost perfect).



Pada perobaan wawancara selanjutnya kami memilih tempat bioskop karena biasanya ada keluarga yang nonton bareng dan sedang menunggu film tayang jadi kami pikir itulah tempat yang paling tepat untuk mencari mangsa.

Sesampainya dibioskop ternyata diluar harapan, kami tidak menemukan keluarga satupun (bad timing) ketika mencoba mencari di tempat tunggu bioskop, kita disitu malah liat liat poster dan nyari film rame dibioskop haha pada akhirnya kita malah nonton :v.


itu film yang kami tonton tanpa melihat triller nya terlebih dahulu dan ketakutan.. tapi wothit

jadi hanya sampai situlah kegiatan validasi kami kali ini tapi kami menemukan banyak kesimpulan yang tidak penting bagi kamu startup atau mahasiswa yang ingin melakukan validasi ide di mall..  diantaranya :




  1. Jangan membawa buku agar kamu tidak disangka minta sumbangan.
  2. Jangan membawa tas besar karena kamu akan disangka menawarkan barang (seperti sales)
  3. Jangan membawa uang lebih karena kamu akan belok ketika liat diskonan.
  4. Jangan kebioskop karena pastiiiiiii jadinya malah nonton
  5. Jangan membuat pertanyaan yang mengintimidasi orang yang diwawancara karena itu tidak nyaman dan memberikan kesan yang tidak baik.
  6. Jangan samperin orang yang akan diwawancara secara bergerombol karena pasti orang teresebut bakal takut duluan
  7. bikin catatan atau alur agan wawancara mu tidak ngalor ngidul atau ada pertanyaan yang lupa ditanyakan (pake hp aja).
  8. Mandi dulu
  9. Berpakaian lah dengan rapih biar orang yang diwawancara juga merasa nyaman.
  10. Berhiaslah terlebih lagi daerah wajah.
  11. Makan dulu dirumah biar pas ke mall ga laper karena makanan disana mahal.
Itulah sebelas kesimpulan yang bisa saya sampaikan dari hasil validasi kemarin.. kalo berguna ya sukur kalo engga juga ini memang cuma catatan kegiatan kami saja. Pis ah




Saturday, June 25, 2016

Android Studio 2.2 Preview - How to Fix Zipalign Verification Failed

June 25, 2016

ola, if you gonna upload your apk to play store and got stuck in zipalign that show "verification failed", i assume you use android studio 2.2 preview X. this problem is new in android development, i spent 4 hour to find the solution and finally got a usefull disscussion here https://groups.google.com/forum/#!topic/android-developers/ehczF0P4vWk 

so, the solution is..... DOWNGRADE YOUR GRADLE VERSION -,-

open build.gradle and change the classpath

dependencies {
    classpath 'com.android.tools.build:gradle:2.2.0-alpha3'
    // NOTE: Do not place your application dependencies here; they belong    // in the individual module build.gradle files}


become this

dependencies {
    classpath 'com.android.tools.build:gradle:2.1.2'
    // NOTE: Do not place your application dependencies here; they belong    // in the individual module build.gradle files}

that is ALL. thankyou :D 

Sunday, December 21, 2014

Memplagiat Diri Sendiri

December 21, 2014
Memplagiat diri sendiri adalah ketika kamu membuat sebuah jurnal atau penelitian lalu kamu mempublikasikannya di tempat lain tanpa menyertakan sumber walaupun itu asli tulisan mu sendiri maka kamu di sebut memplagiat diri sendiri, terdengar konyol namum memang ada hukum seperti itu di dunia akademik, dan itu pun saya rasakan kemarin.

Monday, December 01, 2014

Pengikut ku terhenti di angka dua ratus sembilanpuluh sembilan (299)

December 01, 2014
Beberapa hari yang lalu saya melongok blog kesayangan ku ini yang sudah tidak di urus lagi selama beberapa minggu karena project dunia nyata yang memang lagi padet padetnya tahun ini. Lalu saya mengunjungi blog blog lain untuk mencari inspirasi untuk mulai menulis lagi. Selama saya membaca-baca blog lain yang memang selalu update dengan tulisan-tulisan menarik, saya melihat alamat blog mereka sangat berkelas dengan menyisipkan nama mereka di alamat blognya dengan baik dan benar sesuai dengan nama di akte kelahiran -_- , dari situlah saya juga tertarik untuk menggati nama blog saya dengan nama saya sendiri agar terdengar bagus dan professional (mungkin).

Friday, September 12, 2014

Jepretan Ihsan Pas Lagi di Hotel

September 12, 2014
#INAICTA2014 #HOTEL #LEMES #CAPE #GALAU

Pentingnya Keterampilan Berbahasa Dalam Karir

September 12, 2014
Ini bukan artikel berat, hanya sekedar catatan ringan mengenai kegiatan saya tadi di kampus, dosen Bahasa Inggris II saya yang bernama Nenden Rikma berceramah tentang pentingnya kemampuan berbahasa dan menulis, karena kita sebagai akademisi memang dituntut untuk dapat mendokumentasikan penelitian yang kita kerjakan nanti.
Powered by Blogger.